Di antara banyak karya Roh Kudus yang luar biasa pada zaman para Rasul, salah satunya adalah terbentuknya pemimpin gereja yang terdiri dari “orang-orang biasa yang tidak terpelajar”, yang masih bingung pada saat itu (Markus 8:14-21; Kisah Para Rasul 4:13). Apa yang dapat kita pelajari dari mereka dalam membangun tim kepemimpinan yang sehat di gereja kita?

Mari kita perhatikan dengan saksama teladan dan pengajaran mereka tentang hal-hal penting untuk membangun tim pastoral yang sehat.

Ekspektasi dan Peran yang Jelas

Pertama, para rasul tahu dengan jelas apa yang diharapkan dari mereka sebagai tim. Yesus memerintahkan mereka menjadi saksi-Nya (Kisah Para Rasul 1:8). Mereka paham bahwa mereka tidak boleh mengutamakan pelayanan meja, tetapi harus fokus pada berkhotbah, berdoa, dan menggembalakan jemaat (Kisah Para Rasul 6:2-4; 1 Petrus 5:1-4).

Tidak dijelaskan bagaimana pembagian tugas secara detail saat itu, namun kita melihat bahwa Tuhan mempersiapkan para pemimpin menjadi lebih efektif di bidang tertentu (1 Korintus 12:4-11; Efesus 4:11). Oleh sebab itu menetapkan ekspektasi dan tugas setiap pemimpin secara jelas akan sangat membantu (bahkan sangat penting). Kita juga perlu menetapkan target waktu. Di masa sekarang, orang mungkin ingin beralih dari satu peran ke peran lain lebih cepat dari yang kita duga. Saya kenal seorang pendeta yang mengejutkan rekan kerjanya dengan menyatakan bahwa ia ingin merintis gereja lain hanya setahun setelah memulai gereja yang sekarang.

Dalam hal target, beberapa pendeta fokus pada jumlah jemaat, sementara yang lain lebih menekankan pengajaran tanpa penggembalaan pribadi. Beberapa tidak ingin terlibat dalam urusan administrasi. Ada yang ingin menjadi perintis gereja, sedangkan yang lain ingin menjadi penggembala.

Hendaklah kita jujur dalam doa dan tahu jelas harapan satu sama lain dan tetapkan durasinya. Lebih baik banyak berkomunikasi daripada kekurangan.

Memastikan Kesatuan Doktrinal

Para rasul mengajarkan Injil yang spesifik (Kisah Para Rasul 2:14-41). Paulus memperingatkan para penatua di Efesus tentang pentingnya “menjaga dirimu dan menjaga seluruh kawanan ” karena ada guru-guru palsu yang masuk (Kisah Para Rasul 20:28-30). Paulus juga memberikan peringatan keras kepada siapa saja yang mengajarkan Injil yang berbeda (Galatia 1:9). Dia menyatakan, “Aku tahu kepada siapa aku percaya” (2 Timotius 1:12), dan haruslah demikian juga para gembala jemaat.

Dalam menjaga kesatuan dalam doktrin dan praktik, kita bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang baik sejak awal dan menyediakan paduan yang memperjelas. Pernyataan iman apa yang akan dianut oleh gereja Anda? Apakah pernyataan iman yang disampaikan oleh para penatua? Jika ya, apa saja yang akan disertakan dan apa yang tidak? Jika tidak, pastikan untuk melakukan percakapan etis dan doktrinal secara berkelanjutan demi kejelasan dan kesatuan doktrin.

Mengenai filosofi pelayanan, bagaimana Anda akan menangani keanggotaan gereja? Bagaimana pujian berlangsung? Apakah Anda akan menyampaikan khotbah eksposisi yang berurutan, khotbah tentang topik tertentu, atau yang lainnya? Apakah gereja Anda akan dipimpin oleh penatua atau memiliki struktur kepemimpinan lain? Bagaimana Anda akan mempraktikkan baptisan? Bagaimana pendekatan Anda terhadap disiplin gereja yang restoratif, pelayanan anak-anak, pelayanan pemuda, dan komunitas? Bagaimana Anda akan mengatur honor untuk setiap anggota tim?

Anda mungkin tidak setuju pada beberapa poin filosofi, tetapi harus ada cukup kesepahaman untuk terus bergerak maju. Bagikan buku, podcast, dan artikel seperti ini, dan diskusikan bersama. Jangan berasumsi bahwa setiap penatua memiliki pandangan yang sama seperti tiga tahun yang lalu.

Di gereja kami, kami memegang pernyataan iman penatua yang mana lebih ketat daripada pernyataan iman anggota karena peran penatua memiliki implikasi serius (Yakobus 3:1). Kami juga mengajukan pertanyaan kepada penatua baru tentang filosofi pelayanan gereja. Selain itu, setiap penatua di tim kami secara teratur mengisi kuesioner ya-tidak untuk memastikan bahwa komitmen doktrinal mereka tidak berubah. Jangan berasumsi ada persetujuan dari semua anggota tim, tetapi teruslah dengan rendah hati mencari kejelasan sambil menikmati kesatuan yang ada.

Mengejar Kerendahan Hati

Para rasul menerima pelajaran penting saat tertangkap sedang berdebat tentang siapa yang terbesar: “Jika seseorang ingin menjadi yang pertama, ia harus menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya” (Markus 9:35). Cara terbaik untuk menerapkan prinsip ini adalah dengan mengingat nasihat Yesus: “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, tetapi tidak melihat balok kayu di dalam matamu sendiri?” (Matius 7:3).

Para rasul juga mengembangkan kerendahan hati dengan mengingat bahwa mereka berada di bawah otoritas Tuhan. Kita dapat melihat ini dalam kesatuan mereka dalam doa (Kisah Para Rasul 1:14). Ingat juga bagaimana Petrus segera menyuruh Kornelius berdiri ketika Kornelius bersujud di hadapannya: “Berdirilah, aku juga seorang manusia” (Kisah Para Rasul 10:25-26).

Meskipun mungkin ada godaan untuk tidak berbagi otoritas, para rasul dengan cepat menggantikan Yudas Iskariot dengan Matias/Yustus, dengan persyaratan tertentu untuk kesatuan (Kisah Para Rasul 1:21-23). Mereka juga dengan senang hati menerima Paulus dan Barnabas dalam persekutuan (Galatia 2:9).

Nasihat Paulus dalam Filipi 2:1-4, dimana ia mengajak gereja untuk memiliki kasih yang sama dan bersatu hati, mencerminkan semangat dari para rasul. Jika kita bertanya, “Bagaimana kita dapat memiliki kesatuan dalam tim kita?” Paulus menjawab, “Dengan kerendahan hati – menganggap orang lain lebih penting daripada diri sendiri.”

Sangat mudah untuk melihat masalah orang lain dan mengeluhkannya, dibandingkan melihat masalah dalam diri sendiri. Selain itu, godaan untuk tampil sebagai yang terbaik sangat kuat dan sulit dilawan. Oleh karena itu, untuk memiliki kesatuan dalam kepemimpinan dan pelayanan yang efektif, berusahalah untuk menjadi rendah hati dan belajar menghargai karunia dan keistimewaan satu sama lain.

Untuk memiliki kesatuan dalam kepemimpinan dan pelayanan yang efektif, berusahalah untuk menjadi rendah hati dan belajar menghargai karunia dan keistimewaan satu sama lain.

Mintalah kepada Tuhan untuk menunjukkan dosa kita dan mematikannya setiap saat. Demikian juga membantu kita melihat kebaikan dan kasih karunia dalam diri sesama pemimpin. Akui kesombongan dan kedengkian masing-masing, dan saling memaafkan. Kejarlah kerendahan hati, dan nikmatilah kebersamaan dalam tim yang memiliki pikiran, kasih, dan sukacita yang sama.

Mengembangkan Budaya Saling Menguatkan

Salah satu cara untuk memperkuat tim kepemimpinan adalah dengan saling menghargai dan menyemangati. Alkitab sering memerintahkan kita untuk saling menguatkan (1 Tesalonika 5:11; Ibrani 10:25). Paulus bahkan menyarankan kita untuk “saling mendahului dalam memberi hormat” (Roma 12:10).

Kita bisa belajar dari cara para rasul menyebut Paulus dan Barnabas dalam surat kepada orang-orang bukan Yahudi dengan “Barnabas dan Paulus yang kami kasihi” (Kisah Para Rasul 15:25-26), dan menghormati mereka dengan memberitahu jemaat-jemaat bahwa mereka mempertaruhkan nyawa untuk Kristus. Bayangkan betapa hal ini pasti mendorong semangat Paulus dan Barnabas ketika para rasul dan penatua berbicara dengan penuh kasih sayang dan terbuka. Kita seharusnya melakukan hal yang sama dalam tim kita.

Budaya kompetisi akan mati dengan sendirinya ketika setiap orang saling mendukung dan menyemangati. Biasakan untuk saling menghargai dan memberi perhatian satu sama lain.

Ketika saya mendirikan sebuah gereja bersama seorang saudara, kami bersepakat bahwa dia akan lebih sedikit berkhotbah dan lebih banyak melayani di bidang lain. Saya tahu ini bisa membuat saya terlihat lebih penting daripada dia. Tetapi, saya tahu betapa berharganya dia. Tanpa saudara ini, bukan hanya gereja kami yang akan kesulitan, tetapi juga saya dan keluarga saya. Oleh karena itu, saya selalu berusaha untuk menyemangati dia di hadapan jemaat. Saya sering membicarakan khotbah-khotbahnya yang kuat dan menceritakan pekerjaannya yang tak terlihat. Dia juga melakukan hal yang sama untuk saya. Hampir lima belas tahun kemudian, budaya ini semakin kuat. Kami memulai pertemuan penatua dengan menceritakan cara-cara kami telah ditolong dan dikuatkan satu sama lain, dan pertemuan anggota juga dimulai dengan cara yang sama.

Budaya kompetisi akan mati dengan sendirinya ketika setiap orang saling mendukung dan menyemangati. Biasakan untuk saling menghargai dan memberi perhatian satu sama lain.

Jadikan Kristus sebagai Pusat

Para rasul peduli dengan penginjilan (Kisah Para Rasul 4:20), kerohanian gereja (Kisah Para Rasul 2:42-47), kebutuhan fisik orang-orang di sekitar mereka (Kisah Para Rasul 6:1-6), dan doktrin (Kisah Para Rasul 15:8-11), tetapi mereka tidak pernah melupakan tujuan utama mereka: mengutamakan Kristus bersama-sama.

Kata-kata terakhir Petrus dalam suratnya yang kedua mengajak kita untuk “bertumbuh dalam kasih karunia dan pengetahuan akan Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya” (2 Petrus 3:18). Paulus menyebut pesan yang mempersatukan kita sebagai “Injil kemuliaan Kristus” (2 Korintus 4:4). Yohanes memahami bahwa Yesus menyelamatkan kita “supaya kita mengenal Dia” (1 Yohanes 5:20).

Pembagian tugas dalam gereja tidak serta merta membuat gereja kebal terhadap masalah. Ada yang fokus pada misi dan penginjilan, sementara yang lain fokus pada kerohanian jemaat atau kepedulian sosial. Semua itu penting! Namun, jika Kristus tidak menjadi pusat dalam kepemimpinan kita, segala sesuatunya bisa berantakan. Anda mungkin sudah tahu hal ini, tetapi mudah untuk terlupa.

Kristus adalah pusat segalanya, seperti matahari yang menjadi pusat tata surya, dan tim kepemimpinan kita mengelilinginya. Selama kita tidak hanya mempercayai kebenaran ini tetapi juga terus memperjuangkannya, tim kita akan merasakan sukacita yang penuh (Yohanes 15:11).

Artikel ini pertama kali diterbitkan dalam situs Desiring God.

Anda diberkati dengan materi ini?
Pastikan Anda tidak ketinggalan artikel terbaru kami lainnya!
Klik untuk DAFTAR