“Hospitalitas bukan hanya tentang membuka pintu untuk orang lain, tetapi juga tentang menerima Kristus yang hadir dalam setiap orang yang kita layani.” Kalimat ini—sering dikaitkan kepada pengkhotbah abad V John Chrysostom—masih sangat relevan bagi umat Kristen masa kini. Sebagai orang Kristen kita percaya bahwa hospitalitas, atau memberikan keramahan dan pelayanan kepada sesama, bukan hanya tindakan sosial biasa. Lebih dari itu, hospitalitas adalah cara menyambut Kristus yang tercermin dalam diri orang lain—terutama mereka yang membutuhkan dan terpinggirkan.
Hospitalitas menjadi relevan jika dihubungkan dengan kondisi masyarakat Indonesia kini. Ironisnya, justru karena keramahan tampak semakin sulit ditemukan. Kompas.com melaporkan sebuah video viral tentang sepasang suami istri yang diserang oleh beberapa orang di jalur alternatif menuju Puncak, Bogor, Jawa Barat. Akibat peristiwa itu, korban menyebutkan bahwa istrinya yang sedang hamil 8 minggu mengalami ancaman keguguran karena situasi stres akibat kekerasan tersebut. Tidak hanya di dunia nyata, ketidakramahan juga terjadi di dunia maya. Indonesia, menurut Indeks Kesopanan Digital (DCI), menduduki peringkat ke-29 dari 32 negara yang disurvei.
Sayangnya, ketidakramahan pun bisa terjadi di gereja. Pengalaman seperti itu saya dengar dari cerita seorang kawan, tentang bagaimana ia mendapat perlakuan kurang menyenangkan karena pemahaman Alkitabnya yang sederhana. Ketika ia menjawab pertanyaan seorang oknum pengurus gereja dengan pengertiannya yang terbatas, ia mendapat ejekan, “Kamu kembali ikut katekisasi saja!” Sang kawan merasa direspons kurang ramah hanya karena pandangannya yang berbeda.
Dalam keadaan seperti ini, gereja perlu ambil bagian untuk menegakkan kembali semangat hospitalitas. Tujuannya tak lain dan tak bukan: menunjukkan kasih Allah melalui komunitas yang damai dan indah.
Apakah Hospitalitas?
Namun, apakah hospitalitas itu?
Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita menganggap bahwa hospitalitas adalah sama dengan keramahan dan sopan santun.
Secara etimologis, kata “hospitalitas” diambil dari bahasa Latin hospes yang berarti tamu atau orang asing yang menerima undangan. Jadi, secara mendasar, hospitalitas melibatkan interaksi antara tuan rumah dan tamu dengan sikap yang ramah dan terbuka, serta memberikan perlindungan atau kenyamanan kepada tamu tersebut. Dengan pemahaman ini, kita dapat mengidentifikasi dua jenis utama dari aspek hospitalitas:
- Hospitalitas fisik, yang mencakup perlindungan, kebutuhan pokok seperti makanan, tempat tinggal yang aman dan terjamin.
- Hospitalitas jiwani, yang menyediakan sambutan hangat melalui penerimaan secara spiritual dan emosional kepada orang lain.
Namun, jika kita gali lebih dalam, hospitalitas juga memiliki dimensi spiritual.
Aspek teologis dari hospitalitas memiliki akar yang dalam pada tradisi umat Israel. Contohnya adalah saat Abraham menerima tiga orang asing di tempat tinggalnya (Kejadian 18:1-15). Tindakan Abraham menunjukkan pentingnya keramahtamahan sebagai suatu kewajiban suci dan tanda penghormatan kepada Tuhan. Prinsip-prinsip tzedakah (keadilan) dan chesed (kasih) menyoroti betapa pentingnya berbagi dengan sesama terutama mereka yang membutuhkan serta orang-orang asing. Kepada bangsa Israel, nilai-nilai ini diteruskan. Orang Yahudi diajar selalu mengingat pengalamannya sebagai orang asing di Mesir, sehingga menegaskan kewajiban bersikap adil dan menghormati mereka yang datang dari luar dengan baik.
Dalam ajaran kekristenan sendiri, terdapat prinsip hospitalitas yang diteladankan oleh Yesus Kristus. Ia sering menegaskan pentingnya menerima orang lain dengan penuh kasih, tanpa memandang status sosial atau latar belakang mereka. Contohnya, kisah Orang Samaria yang Baik Hati (Lukas 10:25-37), di mana pesan utamanya adalah bahwa hospitalitas sejati melibatkan kasih tanpa syarat terhadap semua orang termasuk musuh atau orang asing sekalipun. Selain itu pada Matius 25:35-40 disebutkan, “Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan…” Ayat ini menunjukkan, memberikan pelayanan kepada sesama berarti juga memberikan pelayanan kepada Tuhan sendiri.
Jadi, hospitalitas adalah panggilan iman untuk memancarkan kasih Kristus. Tanpa memandang statusnya, atau latar belakangnya. Bahkan, Ia menasihati murid-murid-Nya untuk melakukan hal yang sama, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yohanes 13:34).
Hospitalitas sebagai Relasi “Aku-Kamu”
Dalam praktik kehidupan Kristen, hospitalitas menjadi gambaran yang jelas dari ikatan hubungan yang dalam filosofi disebut sebagai relasi “Aku-Kamu.” Dalam pandangan pemikir Martin Buber, hubungan ini menekankan kembali bahwa tiap insan perlu diperlakukan sebagai manusia yang berharga di hadapan Tuhan, dan bukan hanya sebagai penerima bantuan atau obyek kebaikan. Hospitalitas menciptakan ruang yang terbuka bagi siapa saja yang menyandang citra Allah, di mana mereka diterima dengan hormat sebagai makhluk Tuhan yang berharga.
Rasul Paulus menekankan pentingnya hospitalitas dalam surat kepada jemaat di Roma 12:13 dengan mengatakan, bahwa mereka seharusnya membantu orang-orang kudus yang membutuhkan dan bersedia memberikan tempat tinggal kepada mereka. Ini menunjukkan, sikap ramah dan penerimaan terhadap sesama bukan hanya konsep teoritis belaka, tetapi merupakan wujud nyata dari kasih dalam komunitas iman Kristiani. Memberikan pertolongan kepada sesama adalah respons yang tulus terhadap nilai-nilai suci yang dimiliki setiap manusia.
Filsuf Emmanuel Levinas lebih lanjut memperjelas gagasan ini dengan menyatakan bahwa “wajah orang lain” menjadi panggilan etis yang mendorong tanggung jawab penuh atas rasa hormat terhadap mereka. “Wajah” itu berkomunikasi tanpa kata-kata dan mengundang respons manusia dengan kasih sayang.
Menyuarakan ide Levinas, dalam setiap interaksi dengan sesama terdapat momen suci di mana keberadaan Tuhan (yang tak terlihat) dapat dirasakan melalui ekspresi wajah manusia yang membutuhkan kasih (yang terlihat). Oleh karena itu, aspek hospitalitas adalah manifestasi dari kehadiran ilahi dalam rutinitas sehari-hari. Prinsip ini menekankan bahwa ada panggilan bagi kita untuk membawa kasih sejati, dengan memuliakan martabat serta memberikan ruang bagi orang lain dengan kasih secara autentik.
Menghidupkan Semangat Hospitalitas
Semangat hospitalitas dalam pelayanan Kristen mengajak kita menunjukkan kasih Kristus kepada sesama secara tulus. Dalam setiap perbuatan kasih dan penerimaan terhadap orang-orang yang memerlukan bantuan, kita sebenarnya sedang menyambut Kristus sendiri. Seperti yang diketahui dari kata-kata bijak di awal artikel ini, “Kebaikan membuka pintu bagi bukan hanya sesama manusia, tetapi juga bagi Kristus sendiri yang hadir di antara mereka yang kita layani.” Tantangan ketidakramahan yang sering muncul di tengah kehidupan sehari-hari maupun di dunia digital menunjukkan pentingnya mengajarkan nilai-nilai hospitalitas melalui mimbar-mimbar Kristiani.
Sebagai hamba Tuhan, penting sekali bagi kita menciptakan komunitas yang ramah, penuh kasih, dan tanggung jawab sangat besar. Lebih dari sekadar keramahan, hospitalitas adalah ekspresi iman yang hidup. Dalam peran pastoral kita, mengajak jemaat menghormati “wajah orang lain“ adalah cara untuk mengajarkan bahwa setiap orang memiliki martabat ilahi yang harus dihargai. Ketika gereja mampu menerapkan keramahan, gereja yang kita bangun menjadi tempat yang inklusif, sehingga kita mencerminkan kasih Allah yang kepada masyarakat sekitar.
Melalui keramahan yang tulus, komunitas Kristen bisa menjadi contoh yang indah dari kasih karunia Tuhan yang menyentuh—dan menyembuhkan masyarakat di Indonesia. Kapan bisa kita mulai? Sebaiknya hari ini juga!
Baca juga:
Tangan dan Hati Terbuka
Menyambut seseorang bukanlah soal memberikan sesuatu yang mewah atau spektakuler, melainkan sikap hati yang terbuka menerima orang-orang apa adanya. Ketika kita membuka tangan dan hati kita bagi sesama, kita membuka diri untuk menerima berkat-berkat yang tak terduga dari Tuhan.
Pastikan Anda tidak ketinggalan artikel terbaru kami lainnya!
Klik untuk DAFTAR
