Pemimpin gereja adalah manusia biasa, sama seperti umat yang dipimpinnya. Sebagai orang yang telah ditebus oleh darah Kristus, pemimpin rohani pun tetap memiliki proses yang perlu dilalui, tidak ubahnya jemaat yang ia pimpin. Proses “terberat” bagi setiap orang Kristen, termasuk pemimpin jemaat, adalah mengalahkan diri sendiri. Alfred Adler dalam bukunya, Understanding Human Nature, mengatakan sifat buruk manusia pada umumnya cenderung cemburu, iri hati, dan benci. Sifat negatif ini merupakan dorongan yang tidak wajar dalam hati manusia, biasa disebut juga sebagai “kotoran batin.”
Tanpa disadari, kotoran batin inilah yang menjerumuskan pemimpin Kristiani ke dalam penderitaan. Seorang pemimpin jemaat bisa saja “menderita” karena melihat kolega atau hamba Tuhan lain bahagia karena keberhasilan melayani jemaatnya, lalu membandingkan kesuksesan rekan-rekan sejawatnya itu dengan pencapaian yang ia miliki sendiri, yang mungkin kalah mentereng, kalah populer, atau kuantitas jemaat yang ia layani tidak sebanyak kolega-koleganya. Situasi ini tak ayal mendorong seorang pemimpin Kristen ke sudut “penderitaan” yang tiada berakhir.
Mengenai kotoran batin ini, yang meliputi hati, pikiran, perasaan, dan kehendak manusia, Rasul Paulus pernah mengatakan bahwa pikiran manusia itu sia-sia dan hatinya yang bodoh menjadi gelap, penuh dengan rupa-rupa kejahatan, keserakahan dan kebusukan, perselisihan, tipu muslihat, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak setia, dan tidak mengenal belas kasihan (Roma 1:28-32). Kotoran batin ini telah menyelimuti segenap aspek eksistensi manusia, termasuk mentalitasnya.
Kotoran Batin
Manusia memiliki sifat alamiah keberdosaan (sinful nature), sehingga secara natur setiap insan yang lahir ke dunia sudah dicemari dan dipengaruhi secara negatif oleh dosa. Yang dicemari oleh dosa ini termasuk tubuh, pikiran, perasaan, hati, dan hasratnya. Sehingga, dalam diri seorang manusia tidak ada satu bagian pun yang tidak dicemari oleh dosa (Kejadian 6:5; Titus 1:15; Matius 15:19). Nabi Yeremia mengatakan, “Betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” (17:9).
Efek dosa inilah yang melahirkan beragam kotoran batin dalam diri manusia. Tanpa disadari, kotoran batin ini menjadi penyebab penderitaan manusia. Dalam bahasa Inggris, mungkin kondisi semacam ini bisa disebut sebagai toxic mental states (keadaan mental beracun), yang pada gilirannya akan menghambat seorang Kristen mencapai keutamaannya (Yunani: Arete) sebagai manusia, yaitu menjadi serupa Kristus (Kolose 1:28; 1 Yohanes 2:6). Secara gamblang, kita bisa melihat bahwa kekotoran batin tidak hanya berbahaya bagi diri sendiri, tetapi juga berbahaya untuk orang lain. Kekotoran batin ini merupakan kekuatan pendorong utama di belakang semua ketidak-manusiawian yang dilakukan manusia.
Kekotoran batin tidak hanya berbahaya bagi diri sendiri, tetapi juga berbahaya untuk orang lain. Kekotoran batin ini merupakan kekuatan pendorong utama di belakang semua ketidak-manusiawian yang dilakukan manusia.
Kitab Suci menunjukkan, kotoran batin ini setidaknya mencemari: Pertama, aspek pikiran manusia. Tentu, jika dikatakan bahwa pikiran manusia itu sudah dicemari oleh dosa, tidak berarti bahwa manusia itu tidak bisa berpikir yang baik lagi. Pikiran manusia masih bisa beroperasi dengan baik, dan karena itu secara umum orang di dunia ini masih bisa berpikir secara cerdas, tersistem, jenius, bahkan brilian. Tetapi dalam hal rohani, pikiran manusia cenderung dan terus mengarah kepada dosa (Efesus 4:17-18).
Kedua, perasaan yang rusak. Ini wujudnya bermacam-macam, seperti: tidak adanya sukacita dan damai (Yesaya 48:22), perasaaan ragu-ragu atau tidak yakin terhadap kebenaran, baik tentang Allah, karya keselamatan Yesus Kristus, Kitab Suci, kekekalan, Dsb. Termasuk di dalamnya perasaan iri hati, benci, sombong, perasaan tidak enak, moody, juga perasaan enak setelah melakukan dosa,dsb. Ketiga, kehendak yang rusak. Di dalam Efesus 2:3 dikatakan bahwa kehendak daging dan pikiran manusia itu jahat. Ini dibuktikan dengan kecenderungan kehendak manusia itu pada hal-hal yang jahat. Kehendak yang dicemari dosa inilah yang menyebabkan “nafsu keinginan” yang menyimpang.
Keempat, hati yang rusak (Titus 1:15). Dosa tak ayal menyebabkan hati kita tidak normal lagi, atau rapuh untuk bisa dijadikan standar baku dalam menentukan baik atau jahat. Hati yang tercemar oleh dosa tak dapat dipungkiri melahirkan tujuh dosa yang disebut “Tujuh Dosa Maut.” Dalam teologi Katolik Roma, tujuh dosa inilah yang memicu dosa-dosa lain dan perilaku tak bermoral lebih lanjut. Istilah “Tujuh Dosa Maut” sendiri pertama kali disebutkan oleh Paus Gregorius I (Yang Agung) pada abad ke-6 dan dielaborasi oleh teolog besar gereja St. Thomas Aquinas pada abad ke-13. “Tujuh Dosa Maut” ini antara lain adalah (1) kesombongan, (2) keserakahan(3) nafsu seksual yang berlebihan atau terlarang, (4) iri hati, (5) kerakusan, yang juga biasanya dipahami sebagai kemabukan, (6) kemarahan, dan (7) kemalasan.
Tujuh dosa mematikan ini dapat dianggap sebagai buah dari hati yang dicemari oleh dosa. Seperti penilaian Tuhan sendiri, “bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata” (Kejadian 6:5). Kecenderungan terhadap kejahatan inilah berbuah nafsu, yang misalnya dapat mengakibatkan perzinahan, pikiran imoral dan lain sebagainya. Antitesis dari “Tujuh Dosa Maut” ini adalah tekad yang sungguh-sungguh dalam menerapkan tujuh kebajikan: (1) kerendah-hatian, (2) kemurah-hatian, (3) kesucian, (4) rasa syukur, (5) kesederhanaan, (6) kesabaran, dan (7) ketekunan.
Lalu?
Setelah kita mengetahui tentang kotoran batin manusia yang disebabkan oleh dosa ini, lantas bagaimana? Adakah cara bagi kita mengatasinya? Tentu, sebagai pemimpin rohani, kita tidak ingin menderita karena kotoran batin ini. Ya, dan ini bukan perkara yang mudah, juga tidak selalu menjadi perkara yang susah. Istilah yang tepat adalah “perjuangan.” Sabda Tuhan menyemangati kita, bahwa “kita lebih dari pemenang oleh Dia yang telah mengasihi kita” (Roma 8:37). Artinya siapa pun kita, apa pun pergumulan dan godaan kita, kemenangan sebenarnya sudah tersedia bagi kita. Kita bisa aminkan hal ini. Namun, di sisi lain, kita perlu berbesar hati mengakui bahwa dalam perjuangan pada “perang” melawan nafsu diri sendiri: kita sebagai pemimpin rohani tidak selalu berhasil.
Namun demikian, sabda Allah bahwa “kita lebih dari pemenang oleh Dia yang telah mengasihi kita” (Roma 8:37), merupakan janji dan pengharapan kita untuk dapat lepas dari dosa, apalagi yang telah mengakar dalam hati. Tidak dengan cara yang instan, tetapi melalui proses yang melibatkan penuh kebergantungan pada Roh Kudus dan anugerah Allah. Juga, membutuhkan komunitas sebagai support system agar kita bisa bertumbuh, bahkan konselor-konselor Kristen profesional demi membangkitkan kesadaran (awareness) akan siapa diri kita yang sebenarnya.
Sabda Allah bahwa “kita lebih dari pemenang oleh Dia yang telah mengasihi kita” (Roma 8:37), merupakan janji dan pengharapan kita untuk dapat lepas dari dosa, apalagi yang telah mengakar dalam hati.
Sebagai pemimpin rohani, untuk membersihkan kotoran batin antara lain, pertama: menghadapkannya kepada Sang Kebenaran itu sendiri. Yesus mengatakan, ”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yohanes 14:6), dan “Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8:32). Kotoran batin dapat dibersihkan hanya oleh kebenaran sejati, dan itu diawali dengan menyadari bahwa ada yang salah dalam diri kita, dan kita adalah orang yang berdosa. Seperti saat Raja Daud berzinah dengan Batsyeba, maka dia mengakui dosanya dengan jujur, “Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kau anggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu” (Mazmur 51:3-4).
Kesadaran akan adanya kotoran batin merupakan langkah awal untuk memperoleh kembali kehidupan yang berkemenangan. Ini sesuai dengan sabda Tuhan yang mengingatkan kita, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1 Yohanes 1:9). Tanpa menyadari dan mengakui dosa, kita takkan mungkin dapat terlepas dan dibersihkan dari kotoran batin. Mungkin saja ada umat Tuhan yang telah jatuh ke dalam dosa membuat pembelaan diri dan menyalahkan pihak lain, kecuali dirinya sendiri.
Bahkan ada yang menyalahkan setan karena menggodanya, sehingga sulit baginya untuk lepas tawaran dosa. Tentu, tidak sulit bagi kita membuat segudang alasan, tetapi semua alasan tersebut tidak akan membantu kita yang ingin membersihkan diri dari beragam kotoran batin. Hendaknya kita mengatakan kepada Allah, “Ya, saya telah berbuat dosa, dengan pikiran, perkataan, dan perbuatan. Saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa, dan saya telah berkata ya terhadap godaan.” Jika kita mengatakannya dengan segenap hati, maka kita telah menempatkan diri sendiri ke luar dari penghukuman Tuhan, dan dengan demikian masuk dalam proses pembersihan diri dari kekotoran batin. Sebab, kasih akan Allah-lah yang akan mendorong kita menghindari dosa, karena mengetahui bahwa dosa itu memisahkan kita dari Allah.
Kedua, bersedia diproses. Membersihkan kotoran batin bukan hal yang sederhana. Proses ini perlu sungguh disadari terlebih dahulu dan ditangani serius. Di sisi lain kemampuan spiritualitas kita merangkul proses pembersihan batin ini tak terlepas dari struktur jiwa yang kita miliki. Jika Alfred Adler mengatakan sifat buruk manusia pada umumnya cenderung cemburu, iri hati, dan benci, maka natur dosa yang ada pada orang lain itu juga ada pada kita, sehingga kita pun bisa saja terjebak dalam kotoran batin yang terekspresikan sedemikian kalau tidak waspada dan lengah.
Membersihkan diri dari kotoran batin bukan perkara mudah maupun susah, tetapi perjuangan. Mungkin juga dalam kasus khusus, kita perlu bimbingan rohaniwan lain yang lebih dewasa rohani atau konselor Kristiani yang sanggup menemani dalam proses membersihkan kotoran-kotoran batin. Dan, yang paling utama dari semua itu adalah bergantung sepenuhnya pada Roh Kudus. Sebab, Dia adalah Roh Allah yang diam di dalam kita, Dia akan menolong kita bergumul mengatasi dosa-dosa kita. Walau melawan dosa favorit merupakan hal yang mustahil, tetapi bagi Allah tidak ada yang mustahil (Markus 10:27). Allah yang telah menebus kita melalui karya Putra-Nya di kayu salib, Dia juga yang akan menolong kita sebagai pemimpin rohani membersihkan batin kita dari kotoran-kotoran yang membuat kita menderita.
Anda diberkati dengan materi ini?
Pastikan Anda tidak ketinggalan artikel terbaru kami lainnya.