Apa yang tebersit di pikiran Anda ketika mendengar kata “Orang Kristen”? Saya percaya akan ada berbagai jawaban, mulai dari yang positif sampai pada kesan yang negatif. Namun, ternyata orang Kristen artinya bukan sekadar “orang yang ber-KTP Kristen,” melainkan orang yang menyadari bahwa setiap kita yang dipanggil menjadi pengikut Kristus senantiasa diundang untuk melakukan pekerjaan baik (Efesus 2:10), sehingga melalui perbuatannya Bapa di surga dimuliakan (Matius 5:16).
Orang Kristen sejati adalah insan yang mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan akal budinya. Mengasihi Allah termanifestasikan dalam buah-buah kehidupan orang percaya. Yesus sendiri menyebutkan dalam pengajaran-Nya bahwa pohon yang baik ditunjukkan oleh buahnya yang baik. Itulah juga prinsip yang berlaku bagi orang percaya, yaitu menghasilkan akhlak yang baik. Untuk itu Paulus menyerukan dalam suratnya kepada jemaat di Galatia agar hidup dipimpin oleh Roh, dan tidak menuruti keinginan daging.
Dalam suratnya itu Paulus menuliskan tanda-tanda dari orang percaya yang dipenuhi oleh Roh (Galatia 5:22-23). Di sana juga kita mendapati dua macam kehidupan dan apa yang dihasilkan olehnya. Pertama, kehidupan yang dikuasai kedagingan, ditandai dengan hal-hal yang disebutkan dalam ayat 19-21. Kedua, kehidupan orang Kristen yang dipimpin, dipenuhi atau dikuasai Roh, sehingga kehidupan orang tersebut menghasilkan buah Roh (ayat 22-23).
Kasih
Ada sembilan aspek dari buah Roh, dan yang pertama adalah kasih. Tuhan Yesus menyebutkan kasih adalah hukum utama atau hal paling penting yang harus kita lakukan, khususnya kasih kepada Allah. Seperti yang tertulis dalam Matius 22:37-39, jawab Yesus kepadanya, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Di sini kita diperintahkan untuk mengasihi Allah dan sesama.
Kasih yang dimaksud dalam percakapan ini adalah agape, seperti kasih Allah kepada kita (Yohanes 3:16). Allah menghendaki kita mengasihi Dia seperti Dia mengasihi kita. Apakah kita mampu mengasihi seperti Allah mengasihi kita? Jawabnya jelas, tidak mungkin. Kasih manusia terbatas, cenderung bersifat balas jasa atau mengandung kepentingan pribadi.
Untuk itu, agar bisa mengasihi Allah kita memerlukan pertolongan Roh Kudus. Ketika Roh Kudus memenuhi atau menguasai diri kita, baik itu pikiran, emosi, dan hati, maka kita dimungkinkan memiliki kasih agape. Mengasihi Allah tidak cukup diungkapkan hanya dalam pujian dan doa, tetapi juga melalui tindakan nyata dan kerelaan berkorban bagi Dia. Karena Allah menghendaki kita mengasihi Dia dengan seluruh keberadaan diri, yakni segenap hati, jiwa, dan akal budi. Kata “dengan segenap” berarti dengan sungguh-sungguh dan sepenuh (bukan separuh) hati, jiwa, dan akal budi kita.
Dengan Segenap Hatimu
Di dalam Alkitab bahasa Indonesia terdapat lebih dari 170 ayat yang berkaitan dengan hati. Hal ini menunjukkan Allah memberi perhatian yang besar akan hati. Menurut Alkitab hati merupakan: Pusat dari munculnya pemikiran-pemikiran (Amsal 16:9: “Hati manusia memikirkan-mikirkan jalannya”), Sumber munculnya keinginan-keinginan (Matius15:19: “Dari hati timbul segala pikiran yang jahat”), Sumber dari ucapan kita (Matius 12:34: “yang diucapkan mulut keluar dari hati”). Oleh sebab itu, firman Tuhan berpesan, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan karena dari sanalah terpancar kehidupan,” (Amsal 4:23).
Ketika Tuhan Yesus berkata, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu” Dia mau agar seluruh perhatian, pemikiran dan keinginan kita, kita tujukan kepada-Nya. Dengan kata lain, mengasihi Tuhan dengan segenap hatimu berarti mengasihi Dia dengan pengabdian yang murni, tidak sekadar memberi Kristus sebuah ruang di hati kita. Imajinasikan saat kita mencintai seseorang dengan sepenuh hati, maka kita memikirkannya hampir sepanjang waktu, ingin bersamanya, dan menjadikannya sebagai prioritas dalam hidup kita. Mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati adalah sama. Artinya, hati kita berbakti kepada-Nya. Itu berarti kita setia kepada-Nya. Dia menjadi hal terpenting dalam hidup.
Sebagai hamba Tuhan apakah ada ilah-ilah lain yang masih mengisi hati kita (misalnya hobi yang begitu menyita waktu)? Seberapa besar kerinduan kita untuk menyenangkan hati-Nya? Berapa sering kita mengambil waktu hening dan memikirkan firman-Nya setiap hari? Berapa besar keinginan kita untuk bersekutu dengan-Nya?
Dengan Segenap Jiwamu
Mengasihi Tuhan dengan segenap jiwa berarti mengasihi Dia dengan roh yang berkobar-kobar atau penuh gairah. Kata “jiwa” dalam Alkitab juga memiliki pengertian “roh.” Rasul Paulus menasihati kita, “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan” (Roma 12:11). Orang-orang bergairah tentang segala macam hal — seni, olah raga, dan lainnya — tetapi berapa banyak dari kita yang memiliki gairah yang sama untuk Tuhan?
Dalam Kidung Agung, kita mendengar tentang jenis cinta yang penuh gairah yang seharusnya kita miliki untuk Tuhan. Jika kita perhatikan, Kidung Agung adalah kitab yang penuh gairah. Menggambarkan cinta yang bergairah. Tentang memberikan semua yang kita miliki kepada orang yang kita cintai. Kitab ini adalah contoh sempurna tentang bagaimana seharusnya kasih kita kepada Tuhan. Cinta sejati adalah cinta yang penuh gairah.
Mengasihi Tuhan dengan segenap jiwa kita berarti kita harus terlibat dengan semua emosi kita dalam hubungan kita dengan-Nya. Ketika kita benar-benar memberikan seluruh jiwa kita kepada Yesus, maka mudah untuk menjadi bergairah mengikuti Dia. Cinta kita kepada Kristus dimulai dengan pengabdian yang murni dan diekspresikan dengan penuh semangat.
Dengan Segenap Akal Budimu
Orang-orang sekuler dan ateis menuduh orang Kristen anti-nalar atau anti-sains karena mereka melihat beberapa orang Kristen terlalu menekankan pada iman, hal-hal rohani, atau surga dan mengabaikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saya mendengar kasus tentang pendeta yang melarang anggotanya ke dokter atau minum obat ketika mereka sakit. Mereka memberi tahu jemaatnya, “Yang Anda butuhkan hanyalah berdoa dan beriman kepada Tuhan!”
Saya percaya keajaiban masih ada sampai sekarang karena bagi Tuhan tidak ada yang mustahil, tetapi seringkali Tuhan juga bekerja dan membantu manusia melalui sarana yang ada di sekitarnya, misalnya melalui tenaga medis dan obat-obatan – dalam hal penyembuhan. Yesus memerintahkan kita mengasihi Allah dengan segenap akal budi. Itu berarti kita harus mendedikasikan pikiran kita kepada Tuhan dan kemuliaan-Nya. Orang Kristen tidak anti-nalar atau anti-sains!
Kita perlu mengubah pikiran kita, membuang hal-hal lama dan menggantinya dengan sabda Tuhan. Ini bisa dilakukan dengan cara merenungkan firman-Nya setiap hari dan juga mempelajari ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat manusia. Jadi, orang Kristen seharusnya tidak malas belajar.
Di Alkitab, kita melihat orang-orang yang dipakai Allah memakai orang-orang yang memiliki iman yang teguh, dan juga berpengetahuan tinggi. Musa adalah salah satu contoh, yang selama 40 tahun mempelajari berbagai macam ilmu di bawah guru-guru yang terbaik di kerajaan Firaun. Itulah sebabnya dia memiliki keterampilan untuk memimpin jutaan umat Israel keluar dari tanah Mesir dan kemudian menulis 5 Kitab Taurat, yang bukan saja panjang, tapi juga detail dengan berbagai peraturan dan petunjuk. Di Kitab Daniel 1:17 juga disebutkan bagaimana “kepada empat orang muda itu (Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego), Allah memberikan pengetahuan dan kepandaian tentang berbagai-bagai tulisan dan hikmat,” sehingga mereka bisa memiliki peran penting di Kerajaan babel dan Persia.
Di Perjanjian Baru kita melihat Lukas, seorang dokter yang dipakai Tuhan untuk menulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul secara teliti dan sistematis. Tokoh lain yang menunjukkan betapa pentingnya belajar adalah rasul Paulus. Sebelum ia bertobat dan secara khusus dimuridkan oleh Kristus, ia telah belajar teologi di bawah professor Gamaliel dan berbagai filsafat Yunani. Sebab itu ketika di Atena, Paulus sanggup berdebat dengan para filsuf dan menjelaskan Injil kepada orang-orang di sana (Kisah Para Rasul 17). Tiga belas surat di PB juga ditulis oleh Paulus. Mengapa Paulus dan bukan Petrus yang Tuhan utus untuk mengabarkan Injil ke bangsa-bangsa non-Yahudi? Karena Paulus lebih diperlengkapi secara teologis dan akademis.
Jika kita memiliki kasih pada Allah, maka kita akan didorong untuk melakukan hal-hal yang benar dan bermanfaat. Kasih kepada Allah inilah yang membuat John Sung, George Beverly Shea, William Booth, Billy Graham menolak kedudukan yang tinggi di dunia, sebab mereka lebih suka mengabdikan diri mereka untuk pekerjaan Tuhan. Kasih kepada Allah inilah yang membuat ribuan misionaris rela meninggalkan negeri, teman-teman dan kenyamanan dunia untuk memberitakan Injil di tempat-tempat terpencil. Kasih kepada Allah-lah yang membuat jutaan orang Kristen rela menjadi martir bagi Kerajaan-Nya.
Tuhan menghendaki kita memberi seluruh hidup kita kepada-Nya: hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan kita sepenuhnya! Hal ini berarti semua kemampuan, prestasi, kebaikan, dan kasih yang kita miliki mestinya dipersembahkan untuk memuliakan Tuhan yang telah mencurahkan kasih-Nya yang besar bagi kita. Hal yang tak mudah dilakukan, sebab itu mari kita mempersilakan Roh Kudus memimpin dan mengontrol kehidupan kita, sehingga rencana-Nya atas kita dapat terwujud dan kita dimampukan untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi kita.