Kedamaian seringkali diidentikkan dengan ketenangan. Sebuah keadaan di mana tidak ada pergolakan, tanpa konflik dan semua terasa seimbang. Menurut definisi KBBI, damai adalah suatu keadaan di mana tidak ada perang; tidak ada kerusuhan, aman tenteram, tenang, tidak bermusuhan dan rukun. Dalam bahasa Ibrani damai sejahtera menggunakan kata “shalom”. Kata ini bukan sekadar menunjuk kepada ketiadaan perang dan pertentangan. Makna dasar “shalom” ialah keserasian, keutuhan, kebaikan, kesejahteraan, dan keberhasilan di segala bidang kehidupan. Hal ini juga berarti keutuhan dan keselarasan dalam hubungan antarmanusia, baik dalam rumah tangga (Amsal 17:1; 1 Korintus 7:15) maupun di luar (Roma 12:18; Ibrani 12:14; 1 Petrus 3:11).

Damai sejati terdiri dari tiga aspek yakni damai dengan Allah, sesama, dan dengan diri sendiri. Ketiganya berasal dari Allah, diberikan melalui pendamaian yang dilakukan Yesus Kristus di kayu salib dan oleh kuasa Roh Kudus yang bekerja di dalam kita. Dalam Yohanes 14:27, Yesus mengatakan, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.”

Dosa telah memisahkan manusia dari Tuhan, menjadikannya musuh Allah, serta menyebabkan konflik dengan orang lain dan diri sendiri. Manusia kehilangan damai sejahtera dari Allah. Namun ketika kita mengakui dosa dan meminta pengampunan Tuhan serta menerima Yesus dan karya-Nya di kayu salib, maka kita diperdamaikan kembali. Kita bukan lagi musuh-Nya, tetapi anak-anak-Nya yang sangat Dia kasihi (Kolose 1:19-20).

Dia memberikan kita kedamaian, bukan berarti kita bebas dari masalah, tetapi memberikan kekuatan dalam mengatasi masalah. Roh Kudus yang berdiam dalam kita menjadikan kita ciptaan baru dan memberikan kekuatan untuk mengatasi setiap kelemahan, memampukan kita mengasihi diri dan sesama, bahkan musuh kita.

Natur Damai dari Tuhan Yesus

“Apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu,” ujar Yesus. Benar. Sebab, dunia hanya bisa memberi manusia hiburan, bukan kedamaian. Dunia hanya bisa membuat kita tertawa, bukan berbahagia. Film komedi bisa membuat kita tertawa, tetapi rasa sakit atau perih di hati kita tetap bersemayam. Alkohol dapat membuat kita melupakan masalah kita tetapi tidak dapat mengatasinya. Kedamaian yang diberikan dunia adalah kedamaian palsu, yang dicari melalui kesenangan, kepuasan, dan kenikmatan semu. Inilah kedamaian palsu dan menipu yang ditawarkan dunia.

Dunia tampak memberikan kedamaian kepada kita, tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Sangat menarik, ketika kita mempelajari sejarah logo yang dikenal sebagai tanda perdamaian justru adalah lingkaran dengan salib patah terbalik. Sebuah sumber mengatakan simbol ini telah menjadi salah satu lambang okultisme dengan banyak makna dan turunan anti-Kristen. Bahkan, dikatakan telah digunakan oleh tukang sihir dalam ritual kaum pagan. Di bawah pemerintahan Kaisar Nero simbol ini secara mencolok digunakan untuk melambangkan salib yang patah atau seorang Yahudi yang patah.

Natur damai dari Tuhan Yesus setidaknya bisa dicirikan sebagai berikut, pertama: kedamaian yang diberikan bergantung pada Dia dan janji-janji-Nya. Kedamaian yang diberikan dunia tergantung pada kondisi tertentu, seperti bebas dari masalah, penyakit, konflik, atau perang. Jadi, kita hanya akan merasakan kedamaian ketika semuanya baik-baik saja atau situasi kita baik-baik saja. Ini adalah kedamaian semu atau pelarian, menghindari masalah, menolak menghadapi hal-hal nyata. Damai sejahtera yang Yesus berikan tidak seperti itu. Di tengah situasi dan penderitaan yang buruk, kita masih dapat memiliki kedamaian (Baca: Kisah Para Rasul 16:22-25).

Kedua: Damai sejahtera yang Yesus berikan melampaui segala pengertian (Filipi 4:7). Apakah Anda ingat cerita di balik lagu “It Is Well With My Soul”? Liriknya ditulis oleh Horatio Spafford (1828-1888). Dia adalah seorang pengacara dan investor real estate yang sukses di Chicago. Dia dan istrinya, Anna, memiliki satu putra dan empat putri dan menjalani kehidupan filantropi dan pelayanan di gereja mereka sampai tahun 1871. Pada tahun itu, mereka kehilangan putra mereka yang berusia empat tahun karena penyakit “scarlet fever,” dan beberapa bulan kemudian, kebakaran hebat di Chicago memusnahkan sebagian besar properti mereka. Mereka berhasil melewati dua tahun berikutnya sampai, pada tahun 1873, tragedi terjadi lagi. Keluarga Spafford telah merencanakan untuk mengunjungi Eropa sebagai sebuah liburan keluarga, tetapi karena masih ada urusan bisnis Horatio akan berangkat menyusul. Dalam perjalanannya, kapal yang ditumpangi Anna dan keempat putri mereka menabrak kapal lain dan tenggelam dengan cepat. Hanya Anna yang selamat; dia mengirim telegram singkat yang menakutkan ke Horatio dengan kata-kata “Diselamatkan sendirian.”

Kita bisa membayangkan kesedihan Spafford setelah menerima berita itu. Itu pasti menyedihkan. Namun dalam perjalanannya untuk bertemu Anna, saat kapalnya mendekati tempat di mana putrinya tenggelam, dia terinspirasi untuk menulis lirik untuk hymne “It Is Well With My Soul.” Tidak seperti banyak lagu patah hati, lagu ini tidak berfokus pada apa yang hilang dan lebih fokus pada di mana harapan dapat ditemukan. Tidak diragukan lagi, Spafford hancur karena kehilangan putrinya, tetapi hatinya beralih kepada kesetiaan Tuhan di tengah kehilangan dan pada pekerjaan Yesus untuk menyelamatkan orang berdosa. Nyanyian itu tidak mengurangi atau menutupi rasa sakit dan tragedi, tetapi sebaliknya, menyatakan bahwa Tuhan hadir di dalamnya dan lebih besar dari mereka.

Horatio Spafford bisa jadi menderita gangguan mental, kesedihan yang berkelanjutan, atau depresi. Tetapi, karena Yesus, dia menemukan kekuatan dan kedamaian yang melampaui pemahaman kita. Dia mengalami apa yang Paulus katakan dalam 2 Tesalonika 3:16: “Dan Ia, Tuhan damai sejahtera, kiranya mengaruniakan damai sejahtera-Nya terus-menerus, dalam segala hal, kepada kamu. Tuhan menyertai kamu sekalian.” Ingatlah, Yesus berkata, “Janganlah gelisah dan gentar hatimu.”

Salah satu saksi damai

Nicholas Ridley adalah seorang Uskup Inggris di London. Karena kesaksiannya bagi Kristus, ia dijatuhi hukuman mati. Pada malam sebelum eksekusi, saudaranya menawarkan diri menemaninya di kamar penjara untuk membantu dan menghibur. Nicholas menolak tawaran itu dan menjawab bahwa dia bermaksud pergi ke tempat tidur dan tidur dengan tenang seperti yang pernah dia selalu lakukan tiap malam. Dia mendapatkan damai sejahtera Allah yang membuat dia dapat beristirahat dalam kekuatan tangan Tuhan yang kekal. Keesokan harinya, pada 16 Oktober 1555, dia dan pemimpin gereja lainnya, Latimer, dibakar di tiang pancang. Bisakah kita memiliki kedamaian seperti itu? Kiranya Yesus Kristus memberikan damai sejahtera-Nya kepada kita!