“Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.”
–Yesus dari Nazaret

“Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak mau mati untuk masuk ke sana,” kata Steve Jobs suatu waktu. Namun, bukan hanya tidak ingin mati, siapa pun tak mau orang yang ia kasihi meninggal dunia. Meski banyak orang tahu “semua manusia akan mati,” tetapi sedikit sekali yang siap menerima kepergian orang yang dicintai selama-lamanya. Kedukaan bisa jadi momen yang paling sulit dialami oleh setiap orang. Saya yakin, Anda dan saya tentu pernah berduka. Mengapa kita berduka atas kepergian orang yang kita cintai?

Bagi seorang filsuf Kristiani seperti Soren A. Kierkegaard, ini karena seseorang ingin menikmati hal indah yang ada di dunia ini selamanya. Ia mengatakan bahwa satu-satunya cara mengatasi meringankan kondisi ini adalah dengan “berserah.” Berbeda dengan “menyerah,” makna “berserah” di sini adalah sikap mempercayakan sepenuhnya realitas yang ada kepada kedaulatan Ilahi. “Berserah” adalah rela untuk belajar tidak melekat kepada hal-hal fana di dunia. Setidaknya ada dua pesan yang menyeruak terkait kematian. Pertama, semua orang akan berpulang. Kedua, semua orang perlu membebaskan diri dari kemelekatan mutlak terhadap hal yang fana.

 

Pentingnya Pelayanan Pastoral

Secara rasional mungkin pengertian di atas dapat mudah diterima, tetapi secara emosional, tampaknya kedukaan bukanlah hal yang mudah dilalui. Di saat menghadapi kedukaan seperti itu, setiap orang yang berduka memerlukan dukungan dan penghiburan, salah satunya pelayan pastoral yang memiliki peran sangat penting dalam memberikan bantuan moral dan spiritual kepada orang yang berduka. Pelayanan pastoral kepada orang yang berduka bukanlah sekadar tugas rutin, tetapi merupakan panggilan untuk menghadirkan kasih dan penghiburan Kristus dalam kehidupan mereka yang sedang berduka. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelayanan pastoral kepada orang yang sedang menghadapi kesedihan:

Pertama, memberikan empati. Orang yang berduka sering kali merasa kesepian dan terisolasi dalam kesedihannya. Oleh karena itu, pelayan pastoral perlu hadir dengan empati, artinya seorang pelayan perlu berusaha memahami perasaan orang yang berduka. Sabda Tuhan mengatakan, “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis” (Roma 12:15 TB). Di sini Kitab Suci mendorong seseorang berempati kepada sesama karena perasaan yang sedang mereka alami. Empati, menurut pakar konseling Kristen Yakub Susabda adalah usaha “berdiri pada sisi orang lain berdiri.” Atau dengan kata lain, empati adalah ikhitar memahami perasaan orang lain, apa pun itu. Maka, seorang pelayan diundang mendengarkan dengan penuh perhatian, tanpa menghakimi atau mencoba memberikan nasihat yang tidak diminta. Kadang-kadang, kehadiran yang hening dan penuh kasih sudah cukup untuk menyentuh hati yang sedang berduka.

Kedua, memberikan dukungan spiritual. Dalam situasi yang penuh dengan kehilangan dan kebingungan, iman seseorang mungkin terguncang. Pelayan pastoral memiliki peran penting dalam menguatkan iman orang yang berduka melalui doa, bacaan Kitab Suci, dan refleksi rohani. Mereka dapat membantu orang yang berduka untuk melihat bahwa meskipun mereka sedang menghadapi kesulitan, Tuhan selalu hadir di samping mereka. Rasul Paulus mengatakan, “Saudara-saudara, kami ingin supaya kalian mengetahui yang sebenarnya mengenai orang-orang yang sudah meninggal; supaya kalian tidak bersedih hati seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan” (1 Tesalonika 4:13-14 BIS). Tugas pelayan pastoral adalah menolong agar orang yang berduka tidak larut dalam kesedihan yang berlarut-larut.

Ketiga, mendampingi dalam proses penyembuhan. Proses kesembuhan dari duka bukanlah sesuatu yang instan. Ini adalah perjalanan yang memerlukan waktu, dan para pelayan pastoral perlu bersedia untuk mendampingi orang yang berduka dalam setiap tahapnya. Mereka perlu siap memberikan bantuan praktis, seperti menghubungkan orang yang berduka dengan komunitas Kristiani yang bisa membantu mereka menemukan cara untuk mengatasi perasaan yang sedih. Melalui komunitas ini, orang yang berduka dapat merasa didukung dan didorong oleh orang lain yang mengalami hal yang serupa. Pelayan pastoral dapat menjadi penghubung antara orang yang berduka dan komunitas dukungan yang ada, atau bahkan membantu dalam pembentukan kelompok dukungan khusus di gereja atau lingkungan sekitarnya. Ini berarti tindakan pelayanan pastoral tidak cukup pada kebaktian penghiburan dan penguburan, tapi juga berkomunikasi secara berkala dengan orang yang berduka.

 

Realitas Kematian

Secara mendasar, pelayanan pastoral sejak awal perlu membangun kesadaran melalui khotbah maupun renungan-renungan sederhana dalam pelayanan jemaat bahwa semua orang punya “janji temu” dengan maut. Maka, setiap orang diajak berlatih mempersiapkan kematian sepanjang hidupnya. Pada saat yang sama, setiap orang perlu membebaskan diri dari kemelekatan mutlak terhadap hal-hal yang fana, maka melekat pada harta, manusia, maupun jabatan akan berakibat fatal bagi orang itu sendiri karena suatu saat ia kehilangan semuanya. Kemelekatan pada hal fana bisa mengakibatkan perasaan gelisah yang membuat seseorang kehilangan ketenangan pikiran dan kendali diri. Memang, tidak selalu mudah melepaskan kemelekatan mutlak, tetapi kita diundang berikhtiar melatih diri melepaskannya.

Berduka itu wajar. Siapa pun boleh meratap karena kepergian orang yang dicintai. Saya pun mengalaminya. Ketika ayah saya meninggal dunia, tampaknya sulit sekali menghadapi realitas kehidupan tanpa beliau, karena banyak hal dalam mengambil keputusan yang saya butuhkan nasihat dari ayah saya. Saat beliau berpulang, duka pun menyelimuti hati saya. Namun, di saat yang sama saya diingatkan untuk tidak tinggal tetap dalam duka yang berlarut-larut. “Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal,” begitu kata Pengkhotbah (3:2). Di kala duka, kita diundang melihat ke depan dengan kepala tegak dan menyambut kesempatan menapaki hidup dengan semangat baru, meski yang kita cintai tidak lagi di sisi. Dalam kesimpulannya, pelayanan pastoral kepada orang yang berduka adalah panggilan yang memerlukan kehadiran, empati, dan dukungan spiritual yang mendalam. Melalui kehadiran mereka, pelayan pastoral dapat menjadi saluran kasih Tuhan yang nyata bagi mereka yang sedang menghadapi kesedihan. Dengan demikian, mereka membantu membawa harapan dan penghiburan dalam saat-saat yang penuh dengan duka tersebut.

 

Anda diberkati dengan materi ini?
Pastikan Anda tidak ketinggalan artikel terbaru kami lainnya!
Klik untuk DAFTAR